Kesenjangan kemampuan teknologi tersebut memunculkan kebutuhan untuk melakukan strategi technological catch up. Technological catch up merupakan kemampuan suatu negara untuk memperkecil gap kemampuan teknologi dari sisi pendapatan dan produktivitas antara negara berkembang dan negara maju (Fagerberg & Godinho, 2005).
Teknologi tidak bergerak secara otomatis dari negara maju ke negara berkembang. Sehingga industri membutuhkan absorptive capacity untuk proses importing, absorbing dan aplikasi teknologi. Indonesia memiliki beberapa indikator yang berkaitan dengan absorptive capacity industrinya yang relatif rendah bila dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Berdasarkan data IMD (2010) dari 139 negara, Indonesia berada pada peringkat 44 untuk kualitas lembaga riset, peringkat 30 untuk kapasitas inovasi, peringkat 77 untuk ketersediaan teknologi terkini dan peringkat 65 untuk tingkat absorpsi teknologi perusahaan. Fakta tersebut menunjukkan adanya gap kemampuan teknologi antara Indonesia dengan negara maju.
Berdasarkan pentingnya pengembangan strategi untuk mengejar ketertinggalan kemampuan teknologi, penelitian ini akan mengambil salah satu perusahaan yang memiliki potensi besar dalam mengembangkan kemampuan teknologinya melalui kegiatan litbang yaitu perusahaan farmasi. Prospek industri farmasi ke depan diyakini cukup baik, terutama dilihat dari perkembangan nilai pasar farmasi nasional yang menunjukkan tren peningkatan dan permintaan produk yang semakin berkembang. Selain sifatnya yang capital intensive, farmasi merupakan industri yang cukupregulated mengingat peranannya yang tak dapat dipisahkan dari fungsi layanan kesehatan publik. Terlebih lagi, ketergantungan yang tinggi terhadap bahan baku impor dan kemampuan mengelola resiko nilai tukar juga menuntut adanya modal keuangan yang besar. Dengan melakukan penelitian ini akan dihasilkan luaran berupa model strategi technological catch-up untuk sektor industri farmasi yang tepat dan berdaya saing.
Penelitian mengenai kemampuan teknologi dan pembelajaran teknologi (technological learning) sudah beberapa kali dilakukan oleh Pappiptek (Riyanto dkk, 2009) untuk sektor otomotif di UKM dan perusahaan manufaktur. Sedangkan penelitian yang berfokus pada aspek technological catch-up pada umumnya dilakukan oleh negara-negara berkembang seperti Cina (Liu, 2005) dan Thailand yang mengupayakan dirinya untuk mengejar ketertinggalan atau memperkecil technological gap-nya dengan negara maju seperti Jepang dan Korea selatan. Penelitian mereka lebih banyak menjelaskan strategi catch-up yang spesifik untuk country-model yang mereka inginkan. Penelitian yang membahas kemampuan technological up di Indonesia belum pernah dilakukan karena belum adanya indikator spesifik untuk menjelaskan kemampuan teknologi yang bisa diperbandingkan dengan negara lain. Untuk itu, penelitian ini akan melihat proses catch-up untuk sektor spesifik, yaitu industri farmasi. Sektor ini dianggap memiliki kemampuan teknologi yang didukung dengan keberadaan litbang dan kegiatan inovasi yang cukup dinamis.
Sementara itu, di tengah perkembangan teknologi yang kian pesat, setiap perusahaan dituntut untuk bisa berinovasi dan memiliki daya saing yang cukup kuat diantara para pesaingnya. Hal ini berlaku pula terhadap salah satu industri farmasi nasional di Indonesia, PT Bio Farma, dimana tuntutan keberadaan teknologi farmasi yang semakin kompleks tidak bisa dihindari lagi. Sebagai langkah lanjut dalam mempertahankan posisi perceatan teknologi yang sudah menjangkau pasar global, perusahaan ini telah banyak melakukan aktivitas penelitian dan pengembangan dalam upayanya menghasilkan produk baru dan teknologi tepat guna. Salah satu wujud nyata bisa dilihat dari biaya riset pada 2010 yang telah mencapai sebesar Rp 106 miliar. Selain untuk riset, sebesar Rp57 miliar akan digunakan untuk investasi penunjang riset.
Sebagian besar dana riset tersebut dialokasikan untuk menghasilkan vaksin-vaksin baru yang bermanfaat untuk kesehatan dan memproteksi masyarakat dari wabah penyakit yang mematikan. Namun di lain pihak, minat peneliti vaksin Indonesia untuk melakukan riset masih cukup kecil. Tidak lebih dari 2% saja yang melakukan penelitian tentang vaksin itu. Oleh karena itu, perusahaan ini telah banyak menjalin kerjasama dengan pihak asing dalam upaya menghasilkan temuan-temuan baru khususnya vaksin kesehatan.
Meskipun cukup disadari bahwa perusahaan Biofarma merupakan perusahaan farmasi terbesar di Indonesia dan berkelas internasional, perlu diperhatikan ketahananya dalam persaingan global. Selain itu, bagaimana proses perkembangannya menuju posisi yang cukup kuat diantara pesaing global, bisa dijadikan contoh bagi perusahaan nasional lain dalam mengejar ketertinggalan, terutama dalam aspek updating teknologi.
Selanjutnya penelitian ini akan mengidentifikasi beberapa hal penting dalam menangkap kemajuan kemampuan teknologi salah satu perusahaan farmasi nasional sampai akhirnya dia mampu berdaya saing global dan memiliki pasar internasional sampai saat ini. Beberapa hal yang difokuskan tersebut antara lain: (a) Bagaimana karakteristik kemampuan teknologi perusahaan farmasi nasional yang berdaya saing dan berorientasi catch-up dengan pesaingnya?; (b) Apa saja faktor-faktor yang mendorong perusahaan farmasi nasional untuk mengejar ketertinggalan teknologinya selama ini?. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Mengidentifikasi karakteristik kemampuan teknologi perusahaan farmasi nasional dalam konsep technological catch-up
- Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi technological catch-up perusahaan farmasi nasional
- Menyusun model stratejik technological catch-up untuk perusahaan farmasi nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar